Jumat, 29 April 2011

DASAR-DASAR PERENCANAAN KURIKULUM


Di sepanjang abad ini para perencana pendidikan sedang dihadapkan dengan peningkatan dari banyaknya pilihan dalam pengembangan program sekolah. Pilihan-pilihan yang demikian itu dapat terefleksi pada peningkatan persoalan keduniaan kita dalam memahami bagaimana orang-orang berkembang dan belajar. Untuk menjadi perencana pendidikan yang efektif, spesialis kurikulum harus memahaminya, dan meletakkan pada tempat yang efektif dan data tubuh yang ekstensif tentang perkembangan manusia dan dunia belajar.
Peningkatan pengetahuan kita tentang kemampuan manusia dan kapasitasnya untuk hasil belajar dari penyelidikan yang terorganisir dan dari pengalaman umum. Dalam perspetif sejarah, hal ini sulit untuk mengetahui apakah keyakinan kita benar tentang proses belajar terdahulu atau dari hasil penyelidikan kritis. Secara jelas, bagaimanapun juga tentu persoalan-persoalan tentang apa yang dapat kita pelajari dan bagaimana kita menganjurkan pemecahan berdasar penelitian dan praktik demonstrasi. Persoalan-persoalan ini dianjurkan untuk  dikumpulkan dan mengusahakan data primer dalam jumlah wilayah di daerah yang telah ditetapkan dan bentuk wilayah ini sebagai pondasi dasar dari seluruh perencanaan kurikulum.
PERSOALAN-PERSOALAN YANG MENDORONG SEBUAH PENYELIDIKAN
Sejak akhir pertengahan abad ke-19 dan awal perempat abad ke-20, Pendidikan Amerika dibombardir oleh pemikiran –pemikiran baru dan penemuan-penemuan yang relevan dengan proses perencanaan sekolah. Sumber dasar dari data berasal dari pemikiran pendidikan dan para praktisi di Eropa, dari program-program percobaan, dan dari karya-karya awal bidang psikologi di negara ini. Pada tahun 1925, masuknya gagasan ini memecah pendidikan Amerika ke dalam pemikiran sekolah-sekolah yang ditangani dengan alasan yang sangat berbeda tentang tujuan dan prosedur pendidikan.
Perbedaan utama dari pemikiran tentang perencanaan program pendidikan berputar sekitar pertanyaan utama berikut ini : Pendidikan untuk apa ? Pendidikan untuk siapa ? Pendidikan dalam arti apa ? Apa peran program pendidikan formal dan menjadi apa pada akhirnya mereka sebenarnya ? Siapa yang menjalani program-program ini dan dapatkah mereka fokus secara luas atau sempit ? Bagaimana program-program ini didesain dan apa jalan terbaik untuk meningkatkan pembelajaran yang efektif ? Keleluasaan ini dan pertanyaan dasar seperti itu ditampilkan dengan daftar yang belum diketahui telah dikumpulkan oleh Briggs lebih dari 60 tahun yang lalu yaitu sebagai berikut :
1.     Apa tujuan akhir dari pendidikan ?
2.     Apa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik ?
3.     Sejauh mana pendidikan dapat memodifikasi karakter dan tindakan dari warga di masa depan ?
4.     Bagaimana akhir tanggung jawab sekolah ?
5.     Apakah keluasan persoalan yang paling vital dalam mencapai akhirnya ?
6.     Kandungan apa yang seharusnya dilakukan perubahan dalam persoalan ini ?
7.     Bagaimana seharusnya agar bahan-bahan dapat diorganisasikan ?
8.     Bagaimana pertanggungjawaban dari tiap-tiap tingkatan sekolah ?
9.     Bagaimana hubungan terpenting dari tiap-tiap mata pelajaran dalam belajar ?
10.  Berapa waktu yang harus dialokasikan untuk setiap mata pelajaran ?
11.  Berapa lama pendidikan sebaiknya berlanjut di masyarakat umum ?
12.  Berapa panjang waktu terbanyak di hari efektif sekolah ? Berapa tahun bersekolah ?
13.  Bagaimana beban kerja terbanyak pada setiap murid ?
14.  Kemungkinan terbesar apakah yang dibutuhkan murid di masa depan ?
Pertanyaan-pertanyaan seperti yang diajukan oleh Briggs menimbulkan perdebatan, penyelidikan, dan percobaan di lingkungan sekolah. Kegiatan-kegiatan ini bermula dari hasil informasi bahwa para perencana pendidikan dapat menggunakan ketahanan melakukan pendidikan yang diterima sekolah. Informasi ini juga dikesankan sedapat mungkin berubah dalam bentuk sekolah seperti yang dijelaskan oleh Tanner and Tanner sebagai berikut :
Keinginan dari kurikulum yang sama sekali baru tak dapat dielakkan lagi berdasakan hasil dari jumlah kekuatan – perubahan dalam gambaran pengetahuan kita, khususnya dalam pengetahuan ilmiah; perubahan dalam pengetahuan kita dari proses belajar sebagai hasil dari pergerakan belajar anak, dan keinginan untuk menghubungkan pelajaran sekolah formal dengan kehidupan dari pembelajar dan merubah pengaruh dari lingkungan sosial terbesar.

Hal ini dapat ditinjau bahwa bidang kurikulum sebagai wilayah khusus dari pendidikan yang dapat dikembangkan dalam usaha untuk mempelajari pertanyaan-pertanyaan ini dan menterjemahkan apa yang diketahui tentang perhatian-perhatian ini ke dalam program sekolah yang aktif.

EMPAT WILAYAH DASAR PERENCANAAN
Empat bidang utama dari belajar yang menjadi pengakuan dalam bagian kurikulum yaitu kekuatan sosial dalam mempengaruhi sekolah, perlakuan dalam pengetahuan, perkembangan dan peningkatan manusia, dan mengajar sebagai sebuah proses. Empat bidang ini menguatkan pondasi dasar dalam perencanaan kurikulum.

Kekuatan Sosial
Ada hal-hal yang tidak bisa ditiru dari banyaknya perubahan di Amerika Serikat selama abad ke-20. Perubahan yang sangat cepat dapat terjadi sejalan dengan kehidupan kita sebagai hasil dari kemajuan transportasi, komunikasi, dan pabrik. Dalam sekali seumur hidup kebudayaan agraria telah berubah serta bergerak dengan cepat dan kompleks terutama di masyarakat perkotaan. Yang terbaru, sejak tahun 1960, perubahan secara besar-besaran telah terjadi pada organisasi sosial di masyarakat Amerika.
Hubungan dari sistem pendidikan nasional ini yang mengalami perubahan yang dinamis. Pendidikan umum di negara ini menerapkan sistem terbuka, dapat diperkirakan oleh seluruh hal mutakhir yaitu politik, ekonomi, dan perubahan budaya. Pendidikan umum juga mempunyai peran sejarah yang unik di negara kita yaitu  sebagai mesin yang sesuai untuk berubah. Jika perubahan terjadi dengan cara yang tepat, sekolah secara umum dirasa menjadi kendaraan yang tepat sebagai kontrol perubahan.
Kebiasaan untuk melakukan perubahan di lingkungan pergaulan sosial dan menerima tanggung jawab untuk memudahkan perubahan yang baik di masyarakat yang memiliki tekanan terbesar di sekolah Amerika. Media komunikasi dan nilai-nilai perubahan sosial melayani sebagai contoh dari kekuatan sosial yang mempunyai pengaruh yang kuat dalam perencanaan sekolah.
Di awal abad ke-20, komunikasi cukup sederhana dibandingkan standar sekarang. Ada keterkaitan yang sangat besar tentunya dalam pencetakan halaman. Sudah ada mesin telegraf, pesawat telefon yang baru pada tingkat pengembangan, dan gambar bergerak adalah media yang menjanjikan. Komunikasi massa yang bagaimanapun juga sangat langka dan tidak efisien. Beberapa komunikasi, seperti hasil pemilihan presiden membutuhkan waktu yang lama ketika menyebarkan. Tiga alat komunikasi massa yang muncul tak lebih dari masa 50 tahun untuk mengubah pola ini yaitu radio, televisi dan komputer.
Radio adalah media komunikasi pertama untuk meluaskan jangkauan dari pengetahuan yang diatur dari sebelumnya dalam wewenang sekolah. Informasi dalam jumlah besar dapat disebarkan dengan cepat dan pada pertengahan abad dapat disiarkan ke negara lain.
Pengaruh dari radio dalam melakukan ekspansi dari pengetahuan tidak terhubung dan tidak terpakai dapat disamakan dengan pendistribusian bibit dengan menggunakan mesin penyebar, membuat efek “hamparan pengetahuan” dengan menanami halaman rumput yang cukup tipis dengan pisau tunggal menjadi tidak dapat dibedakan. Berkenaan dengan hubungan antara bagian pengetahuan, nuansa, dan tingkah laku yang luar biasa menjadi terjalin dengan kesederhanaan dan keluarbiasaan dari keduniaan. Perspektif pengetahuan adalah gelap dan terkadang menggelapkan sama sekali karena kurangnya definisi. Perkiraan menjadi kebenaran.

Televisi ditambahkan dalam arti lain yang kita gunakan sebagai tambahan informasi dan tetap lebih berpengaruh merupakan satu yang berharga. Pada tahun 1970, diperkirakan 97 persen dari seluruh rumah rata-rata enam dan satu setengah jam per hari media ini berpengaruh pada nilai dan standar masyarakat Amerika. Dalam Crisis in the Classroom, Silberman mengamati bahwa :
Televisi mengambil alih peran dongeng dalam budaya kita yaitu : opera sabun, komedi situasi, Film Barat, drama sedih dan lain-lain adalah cerita rakyat atau mitos yang menyampaikan atau memperkuat nilai-nilai dari masyarakat ... Kesusahan dari televisi tidak memungkinkannya peserta untuk melihat sesuatu jalan yang nyata. Sebaliknya, sementara lebih mutakhir dan nyata daripada sekolah, meskipun demikian televisi hadir menjadi bagian dan menjad jalan yang penting, pandangan berubah dari masyarakat sejaman.

Di akhir 1970, perhatian untuk mengontrol pengaruh yang kuat dari televisi, khususnya sebagai media yang merusak pemikiran dan persepsi anak-anak dengan kuat. Dengar pendapat parlemen, kampanye-kampanye yang dilakukan oleh organisasi guru – orang tua, dan kritik-kritik oleh anggota dari industri televisi adalah hal biasa. Deretan film yang disambut khalayak luas, jaringan, disimpulkan bahwa pengaruh yang kuat dari televisi sebagai media komunikasi adalah sebagai berikut :
Tabung ini dapat membuat atau merubah presiden, paus, perdana menteri. Tabung ini sangat mengagumkan kekuatan di seluruh dunia. Dan akan menyengsarakan kita jika hal ini jatuh ke tangan orang yang salah.

Inovasi komunikasi ketiga di abad ke-19 yang dapat membuat efek utama bagi masyarakat dan sekolah adalah komputer. Meskipun pengaruh yang kuat dari komputer ini diharapkan lebih halus daripada radio ataupun televisi, bertujuan untuk dapat menimbulkan keadaan yang sulit diperoleh dan mistik untuk rata-rata penduduk, maksudnya komputer digunakan membutuhkan tenaga yang kuat.
Tiga puluh tahun yang lalu hasil yang menggelikan dari perencanaan-perencanaan ilmiah yang bukan-bukan pada malam hari, hari ini pengetahuan tentang komputer sebagian besar dari kehidupan kita seperti sereal sarapan pagi kita, dan setiap hari yang melanggar batas jalan lebih pantas masuk ke dalam wilayah kehidupan manusia, keputusan manusia, dan perilaku manusia.
Sebagian berhubungan dengan televisi di dalamnya yaitu mesin yang ajaib, dimana televisi melakukan indoktrinasi, komputer memaksa kita untuk sampai melalui tindakan yang diambil harus benardalam membuat keputusan dan merencanakan jalan aksi yang penting untuk kenyamanan kehidupan kita. Saat komputer menjadi puncak kebutuhan untuk kecerdasan intelektual manusia, demikian juga sipir yang menahan kunci kebebasan intelektual kita. Dengan mengorientasikan bagian demi bagian untuk informasi dan penerapan pengetahuan, manusia menjadi benar-benar sederhana, dihadirkan dengan tanpa ada tantangan dari lawan di komputer. Berbagai jenis kecepatan dalam memroses pengetahuan menempatkan manusia dalam posisi yang tidak memungkinkan dalam melakukan perhitungan sebagai sesuatu yang harus diterima dari sarjana komputer. Dalam menciptakan komputer, manusia akan melakukan tugas pemikiran yang tidak mungkin sampai sekarang untuk menjadikan mulia untuk kapasitas intelektual dirinya sendiri, menjadi orang yang dapat diteorikan bahwa seluruh manusia digabungkan dengan kenyataan.

Dalam hubungan dari pemrosesan data dan generasi referensi campuran sistem pengetahuan, dalam hubungan jarak jauh, pengiriman data dengan kecepatan tinggi, dan yang terbaru adalah hubungan pengiriman program melalui komputer pribadi, zaman komputer telah hadir sebagai tantangan yang penting untuk masyarakat kita. Kita menjadi biasa dan tergantung pada beberapa kasus, bantuan satelit, komunikasi langsung, telekomunikasi, update berita seketika itu juga, dan mesin monitor untuk kebutuhan kita yang kompleks dan komunikasi yang terus berkembang. Media ini juga memberikan pengaruh yang signifikan yang dipikirkan para perencana sekolah berkaitan dengan peran pendidikan yang diterima di sekolah formal.
Satu abad yang lalu, pendidikan yang diterima di sekolah hampir semata-mata difokuskan kepada aktifitas pengetahuan. Para siswa dan para guru berinteraksi pada “pemilik” kecerdasan yang perlu seperti Virgil Aneid, Xenophone Anabasis, Ortography, dan prosa latin. Pada tahun 1980, komputer terpanggil dalam pertanyaan tugas sejarah. Steve Wozniak, pendiri komputer Apple, menyatakan hal ini sebagai berikut :
Hal yang menyehatkan untuk mempelajari konsep dasar seperti aritmetika dan logika, tetapi hanya tidak ada batas untuk dapat menyelesaikan masalah berkali-kali setiap hari. Membuang waktu ... Mesin dapat mengolah bahan dan membiarkan kita untuk berpikir sesuatu yang lebih penting... komputer pribadi membebaskan orang-orang  dari benda-benda biasa ... mereka mengijinkan pikiran orang-orang untuk bekerja di tingkatan lebih tinggi.

Hari ini dikarenakan keuntungan kita dalam kemampuan berkomunikasi - keuntungan radikal yaitu hanya membutuhkan waktu yang sangat pendek -  beberapa permasalahan dasar tentang pendidikan yang diterima di sekolah akan hidup lagi. Misalnya, jika pengetahuan dibangkitkan, disebarkan, dan dikirimkan dalam satu langkah melewati kapasitas kita untuk menyerapnya, apa tujuannya dalam mengorganisasikan sekolah di sekitar penguasaan data yang esensial ? Jika ada banyak yang diketahui hari ini, data pengetahuan penting apa yang seluruhnya bisa dimiliki oleh penduduk kita ? Atau jika radio, televisi dan komputer pribadi dapat melayani sebagai penyebar informasi dasar tentang masyarakat dimana kita tinggal, pada harga perpecahan dari proses pendidikan yang diterima di sekolah, apa tugas baru yang sebaiknya digunakan dalam media pendidikan formal ?
Kekuatan lain dari perbuatan di sekolah dan merencanakan program sekolah pernah merubah struktur nilai pada masyarakat kita. Perhatian utama untuk pada perencana pendidikan adalah penilaian dari nilai-nilai sosial, pengidentifikasian keluasan nilai-nilai, dan pengembangan program pendidikan mengenai nilai-nilai yang sesuai dengan waktu.
Abad ke-20 terjadi perubahan besar-besaran pada pribadi dan struktur nilai sosial di Amerika Serikat. Seperti perubahan akan dihasilkan dari interaksi problem ekonomi, sosial, politik, dan teknologi sebagai kekuatan lebih dari  kurun waktu. Perbedaan dua periode seperti itu di tahun 1950 dan 1970 mengindikasikan skala nilai perubahan dalam generasi.
Di tahun 1950, Amerika Serikat sedang dalam proses pembaharuan mengikuti Perang Dunia II. Ada keinginan untuk kembali sederhana lebih normal, dan penduduk Amerika terlihat pendirian sosialnya untuk kehidupan susunan masyarakatnya. Keluarga, gereja, pemerintahan, hukum seluruhnya direspek tanpa pertanyaan. Di tahun 1950, orang-orang menjaga keyakinan dengan kuat dalam etika kerja, dikejar kebutuhan dengan tidak mau mengalah, dan memotong pendidikan formal dengan tujuan untuk kehidupan yang lebih baik. Agama, kepahlawanan, tradisi, kebebasan pribadi, dan     kecocokan dihargai. Ada derajat kemungkinan yang tinggi di kehidupan setiap hari.
Pada tahun 1970, hanya 20 tahun sesudahnya, masyarakat Amerika melakukan perubahan yang sangat luar biasa. Dua perang, perlombaan angkasa, penggabungan ras masyarakat, tuan rumah keberhasilan teknologi, dan definisi baru pokok dari peran individu dalam masyarakat merubah wajah Amerika. Berangkat dari kesetiaan buta dari institusi sosial digantikan oleh sinisme dasar tentang pemerintahan, gereja, dan perwakilan sosial lainnya.  Menuju pengabdian kepada etika kerja dan kepercayaan dasar dalam pendidikan yang diterima di sekolah formal dalam arti kehidupan yang baik. Menuju penerimaan tradisi, kepahlawanan, kecocokan, dan peran-perannya. Dalam beberapa kasus, menuju sesuatu yang yang dapat diprediksi keberadaannya setiap hari.
Menempatkan kembali nilai-nilai utama di tahun 1950 merupakan kumpulan keyakinan-keyakinan yang dapat menghargai individu, bertahan dengan orang dan kelompok yang tepat, menjadi contoh perilaku dan tanda-tanda moral, mencari pemeliharaan sumber daya alam, mempertahankan kesehatan, dan menghargai mobilitas, hubungan sementara yang normal.
Seperti menjelang 1990, muncul yang belum pernah berubah di keadaan negara. Masa konservatif fundamental dalam politik, ekonomi, dan agama terkunci pemerintahan dan pendidikan ke dalam masa pengurangan yang sangat besar. Contoh-contoh perilaku dan nilai-nilai baru itu di tahun 1970 rupa-rupanya tenggelam oleh waktu. Bagaimanapun juga pandangan sejarah memberi kesan gelombang perubahan lain akan terpikir sebelumnya di akhir abad ini.
Perencana sekolah dari tahun 1950 hingga 1985 dibanjiri oleh data input dan proyeksi kemungkinan berubah di masyarakat kita. Selama masa ini, sekolah dikritisi sebagai hal yang kuno, diskriminasi, tidak relevan, tidak bertanggung jawab, dan tidak produktif. Jelasnya setelah tiga puluh lima tahun dari pengaktifan lagi pengembangan kurikulum dimana kita masih dalam budaya yang plural dan menjalani budaya para pendidik harus menyerap sikap berbagai orang untuk tujuan pendidikan dan sekolah. Selama peran utama dari sekolah di tahun 1980 merupakan penjagaan dalam menghargai kebijaksanaan dan tradisi, mempertemukan kebutuhan sosial melalui tugas pemerintah dan menyediakan pelayanan kepada pembelajar individu. Seperti yang kita pelajari di beberapa hukum, program sekolah, dan penyerapan inovasi sejak tahun 1950, kita dapat menjelaskan ketiadaan kejujuran dalam tujuan hubungan usaha para pendidik untuk melayani seluruh orang banyak.
Dalam melayani masa lalu, sekarang, dan masa depan secara serentak, para perencana pendidik dihadapi dengan nilai utama pada pemusatan perhatian pada peran sekolah. Apakah fungsi utama sekolah menjadi pemelihara masyarakat, untuk membantu dalam menekan kebutuhan sosial, atau untuk mendesain masyarakat masa depan ? Ada tiga tujuan untuk para pendesain kurikulum sekolah sekarang dengan nilai potensial melalui layar dimana mereka dapat menyelidiki data input.

Perlakuan Pengetahuan
Berbagai  bentuk perubahan masyarakat bagian sebelumnya mengandung efek yang penting dalam merencanakan kurikulum. Informasi yang terkumpul cukup banyak dan dapat diterima, tetapi perkembangbiakan ini juga membuat kurang dapat diatur. Keputusan memuat nilai yang mungkin memerlukan pemilihan, pengorganisasian, hubungan, presentasi, dan evaluasi informasi yang sulit, jika tidak mustahil juga membuatnya. Arno Bellack menulis pertengahan kurikulum dibentuk ulang di awal tahun 1960, pilihan bagan para prencana :
Dalam sebuah debat tentang apa yang sebaiknya diajarkan di sekolah, kebijakan konvensional mempertahankan waktu lama dalam putaran paedagogik tentang pengetahuan alam dan peran pengetahuan dalam kurikulum dipanggil ke dalam pertanyaan. Lawan dari kebijakan konvensional, Profesor Galbraith (narasumber dalam ucapan yang tepat) memberitahukan kepada kita merupakan gerakan peristiwa. Tamparan fatal datang ketika usulan konvensional gagal mencapai kesepakatan dengan kondisi dan masalah baru yang mana kekunoan membuatnya tidak dapat diterapkan. Gerakan peristiwa di dunia yang luas bahwa tempat permintaan baru di sekolah, dan dalam dunia ilmu pengetahuan bahwa membuat pengetahuan baru dalam kuantitas yang sangat besar merupakan kekuatan kita untuk memeriksa kembali ide kita tentang pengetahuan alam dab menempatkan program bahan pelajaran.

Jangkauan informasi terdapat pada para pelajar dan anak sekolah sangat besar. Perkiraan rata-rata mengorganisasi pengetahuan yang digandakan berisi berjarak dari setiap tujuh tahun di tengah tahun 1960 hingga setiap dua tahun di tengah tahun 1970. Tugas kurikulum tradisional seperti meninjau dan memperbaharui isi mata pelajaran menjadi tidak teratur.
Dihubungkan dengan jangkauan masalah dan isi pengetahuan yang diatur menjadi satu organisasi. Kasus kelebihan beban belajar menjadi penuh, menyebabkan visi-visi negara terhambat oleh perkembangbiakan kebijakan mereka sendiri.
Secara umum para perencana pendidikan bereaksi terhadap melimpahnya data yang terhubung pada mata pelajaran sekolah tradisional dengan memfokuskan kembali struktur informasi daripada informasi itu sendiri.
Masalah lain yang dihubungkan dengan pengorganisasian sumber pengetahuan untuk kurikulum sekolah adalah datangnya lahan baru dalam pengetahuan dikreasikan dari lintas disiplin ilmu standar. Pengetahuan dalam sains seperti biokimia dan dalam ilmu sosial seperti demografi memunculkan srtuktur baru dalam organisasi. Penyatuan dan pengaturan seperti wilayah baru disikapi masalah sulit untuk para perencana sekolah berhutang kepada kepadatan organisasi pengetahuan tradisional.
Dengan peningkatan yang dramatis dalam isi pengetahuan, dan pertanyaan yang sesuai bagaimana membuat berarti dalam mengaturnya, akan datang lebih menekankan penelitian tentang tujuan pengetahuan dalam pembelajaran yang diatur. Walaupun tantangan dari kurikulum berdasarkan pengetahuan bukanlah sebuah novel, sikap beraturan dengan para pendidik dijawab motif mendidik tradisional di sekolah umum selama periode ini sangatlah mengejutkan.
Di pertengahan tahun 1980, pengiriman pengetahuan secara langsung kepada siswa meningkat. Di antara banyak media-media penting yang melalui jalan pintas bentuk  sekolah tradisional yang terdiri dari beberapa kemampuan dari komputer pribadi. Menggunakan Apple, Commodore, TRS-80, ATARI, IBM, dan sekumpulan merk bersaing, siswa-siswi di sekolah umum dapat belajar musik, seni, bahasa, membaca, geografi, matematika, sains, ilmu sosial, dan mata pelajaran lainnya tanpa mengajarkan langsung. Para murid memposisikan komputer pribadinya sendiri di rumah, tentunya sebagian besar tidak mampu dalam mengakses pelajaran.
Reaksi dari para perencana pendidikan pada masalah organisasi pengetahuan menempatkan tekanan dari identifikasi tujuan dan keobyektidan pendidikan, yang akan melayani dalam pengarahan untuk pemilihan isi.
Pertimbangan yang lain untuk paa perencana pendidikan yang dihubungkan dengan perlakuan pengetahuan merupakan jalan bagi para pembelajar individual direaksikan sebagai informasi. Khususnya usaha penelitian mempelajari efek dari sikap, emosi, dan perasaan terhadap belajar (afektif), dan proses penyelewengan informasi, penyimpanan, dan mencari informasi (kognitif), dihubungkan dengan penyambutan dan pengingatan belajar dengan kesiapan dan sikap terhadap belajar. Pertanyaan bentuk pengetahuan kemudian menjadi sebuah perhatian.
Kedekatan relasi menjadi hubungan dari mempengaruhi dan pengetahuan merupakan dua perhatian yang lain bagi para perencana pendidikan yaitu : bahasa yang digunakan dan media pengirim. Ketika perencana kurikulum berusaha untuk memberikan pengetahuan di sekolah, mereka memiliki kesepakatan warga sekolah yang mewakili beberapa budaya. Situasi ini berarti bahwa para perencana dihadapkan dengan Bahasa Inggris yang tidak standar dan masalah dalam komunikasi.
Dalam penambahan pola bahasa dan kata yang digunakan, para perencana mengetahui media pengiriman yang memiliki efek khusus dalam menginterpretasikan dan menggunakan pengetahuan. Secara khusus Mc Luhan membuka mata para perencana untuk pengaruh komunikasi elektronik, menjelaskan sistem pengiriman informasi seperti hubungan panas, sejuk, dan licin. Menggunakan istilah Mc Luhan, dalam bentuk ekstrim media dapat menjadi pesan dan pijatan. Bagaimana pengetahuan dikirimkan mungkin lebih penting daripada pengetahuan apa yang dikirimkan.
Input akhir yang berpengaruh dalam merencanakan pengetahuan menggunakan sekolah-sekolah datangnya serius meramalkan masa depan. Sebagai seorang pendidik memandang masa lalu menggunakan pengetahuan dan belajar pengetahuan sekarang meledak, kebijaksanaan melanjutkan dengan kurikulum yang didominasi isi dipertanyakan. Setelah semuanya, definisi fakta-fakta adalah fenomena di masa lampau dan sekarang daripada masa depan. Di beberapa respek pengetahuan tradisional ditempatkan mengaburkan kemampuan kita untuk lolos dari perjalanan sekarang dan membuka pikiran kita menuju kemungkinan nyata di masa depan. Panggilan untuk kreatif, tidak berpikir lurus sekarang ini tantangan yang menarik.
Berhubungan dengan futuristik perlakuan pengetahuan merupakan konsep pemrograman. Dalam meninjau kurikulum sekolah menjadi jelas bahwa pengetahuan mengajarkan anak-anak memprogram kemampuannya untuk menghadapi masa depan. Jika kesan pendidikan di masa depan tidak tepat, atau jika pengetahuan tidak menyiapkan murid-murid kita menghadapi masa depan, maka sekolah mengkhianati yang mereka ajarkan.


Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia
Dasar pertimbangan ketiga penting untuk para perencana pendidikan informasi pertumbuhan tubuh dihubungkan dengan perkembangan manusia. Data ini dapat dikritisi pada aktifitas sekolah regular sebagai penempatan dan pengingatan, nasehat, serta merencanakan isi dan aktivitas kurikuler. Pengetahuan tentang pengembangan manusia juga menyediakan pendorong untuk pengembangan kelompok program sekolah baru yaitu : pendidikan anak usia dini, pendidikan khusus, pendidikan pengganti, dan pendidikan sekolah menengah. Mungkin yang lebih penting pemahaman kita tentang pola pertumbuhan dan pengembangan akan menyebabkan pendidik merasa perencaan pendidikan formal dari perspekti individu siswa.
Sumbangan pengetahuan kita dari pengembangan manusia sedikit demi sedikit di sepanjang abad ini. Sebagai informasi tentang pengembangan manusia akan dikumpulkan, berbagai macam sekolah berpikir akan muncul dalam usaha untuk mengumpulkan data. Interpretasi pengetahuan kita tentang pertumbuhan manusia menyediakan dasar untuk teori belajar yang berbeda antara para pendidik. Perbedaan seperti itu dapat lebih jernih untuk dimengerti dalam hubungan beberapa permasalahan dasar dihubungkan dengan untuk pengembangan manusia.
Satu masalah di sekitar pertanyaan apa merupakan perkembangan yang normal. Menjaga rekaman dari pemasakan fisik pada anak sekolah lebih diperpanjang masanya akan membuat tersedia untuk pendidik memperkirakan dengan baik jarak pertumbuhan dari kronologi usia. Hal ini secara umum kelihatannya bahwa anak-anak di Amerika Serikat mencapai pemasakan fisik di usia yang sangat muda. Sepertinya penemuan akan mencapai kesehatan yang lebih baik dan nutrisi terjaga selama masak anak-anak.
Pengetahuan kita tentang intelektual, sosial, dan emosi berkembang selama usia sekolah dapat dipertimbangkan kurang tepat. Bagaimanapun penyelidikan dikumpulkan akan dikembangkan dengan belajar secara signifikan yang mengantar membuat keputusan terbaru kita tentang pengembangan dihubungkan dengan faktornya di wilayah ini.
Di wilayah kepandaian, pendokumentasian sangat ada menganggap penampilan siswa pada perlengkapan pengukuran kepandaian sperti Skala Stanford – Binet. Sedikit kenyataan bukti yang ada untuk mendukung hipotesis tentang kepandaian atau kemampuan berpikir. Apa yang sebenarnya kita operasikan dengan model dari bagaimana orang-orang percaya untuk berkembang dan wilayah normal dari perkembangan dalam kapasitasnya untuk berpikir.
Tanpa pertanyaan, model dominan di wilaya ini adalah satu perkembanga oleh pendidik dari Swiss Jean Pigget sekitar enam puluh lima tahun yang lalu. Hipotesis Piaget ada empat macam tetapi kronologisnya secara berturut-turut model dalam intelektual antara lain : (a) sensorimotor, (b) pra operational, (c) operasional kongkrit, dan (d) operasional formal. Model Piaget berkelanjutan dan progresif merubah struktur perilaku dan mengajarkan anak dibantu oleh para pendidik dalam mempersiapkan pengalaman intelektualnya di sekolah.
Di wilayah pengembangan sosial dan emosional keberadaannya tak sebanyak data yang tepat pada pengembangan manusia, meskipun dapat dipertimbangkan dalam penelitian pendidikan ke dalam wilayah ini lebih dari tiga puluh lima tahun yang lalu. Mempelajari Project Talent, Robert Havighurst’s Growing Up in River City, dan James Coleman’s study of equality of educational opportunity (dalam Mostellar dan Moynihan) mempunyai perencanaan yang tepat dengan dokumentasi jangka panjang belajar dari pengembangan sosial dari populasi tertentu. Seperti mata pelajaran akan menambah daftar dari perhatian sosial seperti yang dikembangkan oleh Stratemeyer.
Data penghubung dari pengembangan emosional akan disusun oleh Institut Kesehatan Nasional dan perwakilan kesehatan. Terbaik dari visi kita dari apa yang merupakan pengembangan emosional normal adalah perkiraan kasar.
Untuk para perencana pendidikan, pertanyaan pengembangan normal sebagian besar tidak dapat dipecahkan, khususnya dalam wilayah harapan dihubungkan dngan pertanyaan sebagai kapasitas dan kreatifitas. Database kita menganggap pengembangan manusia tumbuh setiap hari.
Permasalahan lain yang berhubungan dengan pengembangan manusia adalah segala sesuatu yang tumbuh dapat atau bisa dikontrol atau dipercepat. Penelitian utama dengan bayi dan anak-anak oleh White and associate menggambarkan bahwa pengembangan memang dapat dipercepat melalui percobaan dan sekitarnya. Pekerjaan para behavioris B.F. Skinner, sebaliknya adalah menentukan dalam demonstrasinya bahwa perilaku dapat dibentuk. Ada dua pilihan yang ditinggalkan para pengembang kurikulum dengan nilai yang sesuai memutuskan tentang antisipasi keluar dari pendidikan dan lebih banyak aspek mesin dalam merencanakan prcobaan belajar.
Dua masalah terakhir merupakan indikasi beberapa pertimbangan perencanaan akan menghubungkan pondasi data dalam pengembangan manusia. Pertama adalah pertanyaan yang mengejutkan pikiran dari jenis orang yang bisa dikreasikan sekolah. Seluruh teori perkembangan setuju bahwa pertumbuhan manusia dalam beberapa tingkatan lunak. Penelitian dan praktik medis meemberikan kesan bahwa masa depan yang cemerlang dalam toko untu penyelewengan kelompok gen, perubahan kromosom untuk mengatasi masalah keturunan dan transplantasi organ tiruan. Diet dan stimulasi langsung pada pikiran dan tubuh rupa-rupanya sanggup membuka bakat dan sedang berkembang lebih berfungsi individu dengan penuh. Pengalaman dengan mengajar kontrol dan persepsi ekstra sensori sebaik pencabutan belajar, anggapan bahwa pertumbuhan manusia dapat mencapai tujuan yang penuh dikembangan atau diperlambat. Sekolah kelihatan meningkat dengan menegaskan posisi yang unik dan mengontrol pengembangan manusia.
Mungkin akan lebih menarik untuk para perencana pada pertanyaan “Apa peran yang berpengaruh dalam pendidikan ?” Di sini perintah dasar emosi manusia sepertinya memungkinkan. Pekerjaan Khlberg dan Mayer memberi kesan bahwa pemahaman kita tentang pengembangan moral pada siwa baru saja dimulai.
Masalah seperti definisi pertumbuhan normal akan berarti bagaimana kita meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan, jenis pertumbuhan yang kita lihat dan menumbuhkan kita mengetahui pengembangan afektif dalam kemanusiaan membuat belajar pengembangan manusia menjadi pondasi penting untuk perencanaan sekolah.

Mengajar sebagai Sebuah Proses
Pengertian baru pengembangan manusia, pandangan baru dari peran pengetahuan dalam pembelajaran, dan nilai sosial baru dihubungkan dengan proses di sekolah yang mempunyai arti berbagai variasi pembelajaran yang diterapkan menjadi modern dan diterima di sekolah. Secara khusus, para perencana sekolah harus mulai menggabungkan mengikuti perencanaan data ke dalam desain mereka dalam program pendidikan sebagai berikut : (1) biologi sebagai pengembangan dasar dapat diubah, (2) pematangan fisik dapat diperlambat atau dipercepat melalui diet dan stimulasi, (3) pertumbuhan intelektual dapat distimulasi dan diarahkan, dan (4) budaya mempengaruhi dalam belajar dapat dikontrol atau dianjurkan. Kenyataan baru ini memberi kesan bahwa sekolah dapat meningkatkan berbagai jenis pembelajaran dalam ruang kelas dan oleh karena itu fasilitas yang berbeda jenis pengembangan pada siswa. Teori belajar dan bahan-bahan pelajaran terapan dipilih oleh para perencana kurikulum merupakan fungsi dari tujuan pertumbuhan siswa.
Pada tingkat filosofi, topik yang menjadi perawatan sepenuhnya mengikuti bab, para pendidik mempunyai anggapan yang berbeda mengenai jenis pengembangan sekolah yang bisa ditingkatkan. Tiga pendekatan utama dalam belajar akan disusun sebagai berikut : pendekatan behavior (tingkah laku), pendekatan gabungan teori gerak, dan pendekatan sekitar. Meskipun pendekatan dasar untuk belajar ini memiliki banyak subteori, mereka ada di sini, dalam bentuk ini, menunjukkan jangkauan teori belajar yang ada diantara pada perencana sekolah.
Pendekatan tingkah laku merupakan karakteristik oleh perspektif eksternal dalam proses belajar, melihat belajar sebagai sebuah hasil perilaku guru. Di bawah pendekatan belajar ini, para perencana pendidikan dan para guru yang mengirimkan rencana belajar kepada siswa untuk memastikan yang ada pada pola perilaku dan kemudian struktur khusus pengalaman belajar untuk menganjurkan keinginan pola perilaku.
Lengan dengan masa seperti pengondisian (respon mengingat), penguatan (menguatkan perilaku melalui gerakan pendukung), pemadaman (dengan menggambarkan penguatan), dan tranfer (menghubungkan perilaku dengan respon), teori belajar tingkah laku mencoba untuk membentuk siswa menjadi bentuk sebelumnya. Sekolah biasa mempraktekkan di bawah pendekatan belajar ini merupakan kurikulum yang tetap, format didaktik (tanya – jawab), dan program peningkatan melalui mata pelajaran. Mungkin yang lebih menarik dan kontroversial menggunakan pendekatan belajar di sekolah hari ini dalam memodifikasi praktik tingkah laku.
Modifikasi tingkah laku merupakan penyebab efek yang sederhana memprogramkan pengamatan tingkah laku. Prosedur menggunakan teknik empat langkah yaitu : mengidentifikasi masalah, merekam basis data, memasang sistem untuk mengubah perilaku, dan mengevaluasi kondisi baru. Sebagai sistem eksternal pengontrol tingkah laku, modifikasi perilaku tidak perhatian dengan sikap atau motivasi siswa di bawah sistem seperti ini, tetapi kadang dengan hasil-hasil sistem modifikasi. Persetujuan pada pendekatan belajar ini, tingkah laku mendapatkan penghargaan akan berlanjut, tingkah laku yang tidak dihargai akan dihentikan.
Teori belajar yang kedua adalah pendekatan membutuhkan struktur yang menyangkut keinginan dan mengarahkan siswa dan meminta untuk menggunakan energi motivasi alam yang demikian itu untuk meningkatkan pembelajaran. Para guru akan sering melakukan analisa dan menggunakan perhatian dan keinginan siswa sebagai kendaraan materi ketika mengikuti pendekatan ini.
Syarat kunci yang digunakan dalam menginginkan pendekatan adalah kesiapan, pengidentifikasian, peniruan, dan pemberian contoh. Mengambil istilah dari Freudian psikologi, teori ini memerintah kurikulum untuk menyerasikan dengan kesiapan pengembangan. Siswa belajar melalui pencarian kebutuhan yang tidak terpenuhi, seringnya pemberian contoh tingkah laku dari yang lain atau mengembangkan pola perkiraan identifikasi.
Menggunakan teori ini mengandalkan secara berat dalam menemukan pertumbuhan dan perkembangan manusia dala merencanakan kegiatan kurikuler. Bagian teori ini bergantung pada pertumbuhan siswa dalam merencanakan pengalaman sekolah.
Pendekatan sekitar dalam belajar memperhatikan restruktur dari mempelajari sekitar atau persepsi siswa  sehingga mereka dapat mungkin dapat bebas untuk berkembang. Tidak seperti definisi statis dari pertumbuhan yang ada oleh pendekatan tingkah laku atau teori tergantung dari pendekatan keinginan struktur, pendekatan sekitar dinamis dengan alam. Hal ini menyatakan bahwa manusia berbeda, mempercayai potensi manusia, dan mempertimbangkan keunikan dan kreativitas individu.
Dasar dari pendekatan sekitar ini adalah keyakinan bahwa tingkah laku merupakan fungsi dari persepsi, dan bahwa persepsi manusia merupakan hasil dari pengalaman dan kepahaman. Ketika siswa memiliki pengalaman positif akan mempertinggi dirinya sendiri, persepsi dan pemahaman mereka sendiri dan dunia di sekitarnya adalah perubah. Persepsi baru ini mengijinkan untuk menambah pengalaman pertumbuhan. Potensi siswa untuk berkembang dalam pendekatan belajar ini tidaklah terbatas.
Ada tiga pendekatan utama pada struktur belajar di sekolah, pendekatan memungkinkan memberikan daya dorong, daya tarik, dan restruktur sangatlah berbeda dalam asumsi mereka tentang orang dan kemungkinan untuk pengembangan manusia. Mereka berbeda, contohnya keyakinan mereka tentang potensi manusia. Mereka membedakan jangkanya dari menilai keuntungan dalam menjelaskan belajar (eksternal dan internal). Mereka membedakan dalam keyakinan mereka tentang sumber motivasi akademik.
Untuk memilih seseorang dalam pendekatan belajar ini akan berarti bahwa pertimbangan dasar ruang kelas seperti desain ruang belajar, pemilihan bahan, dan peran peserta akan memiliki bentuk nyata. Teori belajar dari para perencana merupakan hal yang penting untuk membuat keputusan dan proyeksi. Dengan demikian belajar sebagai representasi proses empat pondasi perencanaan yang kuat.
Wilayah pondasi pendidikan merupakan kompleksitas yang tinggi. Hal ini merupakan usaha untuk memberikan perintah kepada perubahan dunia yang sangat cepat sehingga mempunyai peningkatan jumlah variabel yang relevan. Di sepanjang perlakuan dari pondasi kurikulum perencanaan, ada unsur pilihan yaitu : input mana yang dipilih, data mana yang disahkan, keputusan mana yang dibuat.
Terakhir, pilihan dan keputusan dihubungkan oleh seleksi, aktivasi, dan evaluasi dari desain pendidikan menggunakan pola normatif. Sebelum pola pendidikan dapat digunakan efektif dan konsisten dalam kerja mereka harus mengerti sistem kepercayaan personal mereka dan merumuskan filosofi pendidikan mengimbangi sistem. Mengikuti bab pendahuluan mengikuti filosofi pendidikan dan bantuan anda dalam menentukan prioritas anda untuk sekolah.

KESIMPULAN
Para perencana pendidikan mempunyai kekuatan untuk memahamkan dan mengatur data secara luas dihubungkan untuk mengembangkan program sekolah. Kunci permasalahan tentang tujuan sekolah akan memimpin untuk memerintah data yang demikian ke dalam empat wilayah utama yaitu kekuatan sosial, perlakuan pengetahuan, pertumbuhan dan perkembangan manusia, dan belajar sebagai sebuah proses. Empat wilayah ini melayani sebagai pengorganisasian utama untuk pondasi perencanaan kurikulum.
Pertumbuhan pengetahuan kita dalam wilayah memberikan kesan bahwa merencanakan kurikulum adalah meningkatnya normatif dalam alam yaitu : keputusan memuat nilai untuk membuat tentang permasalahan krusial yang berpengaruh dalam program sekolah. Untuk mampu membuat beberapa pilihan, para perencana kurikulum harus memahami keyakinan dan bentuk mereka ke dalam konsistensi filosofi pendidikan.


PERAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PENYEBARLUASAN PENDIDIKAN


A.     PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti sangat membutuhkan sebuah pendidikan. Baik pendidikan yang berbentuk formal maupun informal. Pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain dan saling berkaitan antara pendidikan dan manusia itu sendiri. Menurut pendidikan, manusia dipandang sebagai makhluk yang berperilaku unik dan lebih kompleks dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia dalam hidupnya diliputi oleh berbagai pemikiran prailmiah dari keinginan serta tanggung jawabnya bisa terbebas dari tindakan serta akibatnya. Segala macam perilaku manusia banyak ditentukan dan diarahkan oleh lingkungannya. Dengan demikian sepanjang hidupnya, manusia ditentukan oleh lingkungan, atau kondisi lingkungan di mana manusia itu berada atau dengan kata lain manusia itu telah dimodifikasi oleh lingkungan.
Pendidikan akan dapat merubah perilaku manusia yang bertujuan untuk mempertahankan hidupnya. Yaitu dengan cara kondisinya diperkuat dengan lahirnya teknologi di bidang pendidikan. Maka yanga menyangkut pelajaran, strategi, metodologi pembelajaran juga ditetapkan dengan dukungan teknologi. Kemudahan teknologi bagi manusia memungkinkan manusia memahami tumbuhnya masyarakat teknologi yang sangat kompleks.
Teknologi pembelajaran yang merupakan bagian dari teknologi pendidikan mempunyai orientasi ke masa depan, yang memandang teknologi sebagai dunia yang dapat diamati serta dipergunakan secara pasti. Oleh karena itu dalam teknologi pendidikan lebih mengutamakan lahiriah, karena penerapan praktis hasil penemuan-penemuan ilmiah yang secara karekteristik menuju ke arah program pengajaran yang ideal dan relatif baik. Dengan demikian pemanfaatan multimedia melalui pengajaran yang bersifat komputerisasi lebih efektif dan efisien dalam penyebarluasan pendidikan akan kebutuhan bagi manusia.
Teknologi Pendidikan sebagi suatu bidang garapan ilmu ataupun teori, memiliki definisi atau kajian tentang hakikat dari teknologi pedidikan itu sendiri. Hakikat dari teknologi pendidikan/pembelajaran dapat dikaji melalui landasan filsafat ilmu dan Teknologi Pendidikan.

B.     RUANG LINGKUP
Filsafat ilmu mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya (Suryasumantri 1982:88), ketiga komponen tersebut adalah :
Ontologi (apa), Epistimologi (bagaimana), dan Aksiologi (untuk apa).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang kajian aksiologi dari teknologi pembelajaran. Dalam kajian aksiologi, ilmu mempunyai 3 (tiga) macam arti yaitu : 1. Ilmu sebagai produk, 2. Ilmu sebagai proses, 3. Ilmu sebagai masyarakat (Imam Bernadib, 2007: 17)
Dalam kajian aksiologi Teknologi Pembelajaran mempunyai 6 (enam) nilai kegunaan terhadap dunia pendidikan. Keenam kegunaan tersebut adalah :
1. Produktif
2. Ilmiah
3. Individual
4. Serentak
5. Merata / Tersebar luas
6. Berdaya mampu tinggi
Dari keenam nilai kegunaan tersebut pembahasan dalam makalah ini difokuskan pada “Bagaimana peran Teknologi Pembelajaran dalam penyebarluasan pendidikan “. Dalam tinjauan filsafat dan aplikasi pengembangannya.

C.     PEMBAHASAN
1.      Pendekatan Filsafat Teknologi Pendidikan
Yang dimaksud dengan istilah filsafat di sini adalah rangkaian pernyataan yang didasarkan pada keyakinan, konsepsi, dan sikap yang menunjukkan arah atau tujuan yang diambilnya. Rumusan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Ely (1980: 81), dimana seseorang memberikan atas suatu gejala objek seobjektif mungkin. Usaha memberikan arti dalam makalah ini bersifat koheren, yaitu didasarkan pada pengalaman empirik atas sejumlah data yang diamati, jadi merupakan generalisasi dari berbagai gagasan yang berkaitan dengan rujukan tertentu.
Seluruh aspek kehidupan selalu diilhami dan mempunyai pedoman filsafat. Dengan demikian kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber atas ajaran filsafat. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam semua aspek kehidupan temasuk di dalamnya kehidupan suatu bangsa. Tidak dapat dihindari bahwa eksistensi suatu bangsa dapat dilihat dari ideologi atau filsafat hidupnya, maka untuk kelangsungan eksistensi tersebut harus melalui pendidikan. Dalam kepentingan ini pendidikan dapat diartikan sebagai:
ü Pendidikan sebagai Aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu cipta, rasa, karsa, dan budi nurani, serta pertumbuhan dan perkembangan jasmaniahnya.
ü Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi pendidikan, sistem dan organisasi pendidikan.
ü Pendidikan merupakan pula hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam arti ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.
Sesuai dengan kenyataan tersebut, bahwa filsafat dalam pendidikan merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat dikatakan sebagai teori yang dipakai berdasar bagaimana “pendidikan itu dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan (Dewey, 1946: 383). Dewasa ini, salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan agar supaya mencapai tujuan, yaitu penerapan teknologi pendidikan dalam proses pembelajaran. Dalam pembahasan ini problem esensialnya adalah:
ü  Merumuskan secara tegas sifat dan hakekat pendidikan (the nature of education).
ü  Merumuskan sifat dan hakekat manusia, sebagai subyek dan obyek pendidikan (the nature of man).
ü  Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan (science of education).
ü  Merumuskan hubungan antara filsafat negara, filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).
ü  Merumuskan sistem nilai dan norma, atau isi moral pendidikan (tujuan)
Ide filsafat yang memberi asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan bagi kemajuan manusia, telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktifitas penyelenggaraan pendidikan. Maka peran filsafat dalam pendidikan merupakan landasan pendidikan yang dilaksanakan.
Uraian di atas jelas bahwa latar belakang ide-ide filsafat menentukan pendidikan, sebab tujuan pendidikan bersumber pada filsafat atau ajaran filsafat.
Definisi yang dikemukakan Prof. Broudy (1961: 14) dalam bukunya, Building a Philisophy of Education, adalah:
“In this book the philosophy of education is regarded as the systematic discussion of educational problems on a philosophical level, i.c., the probing into an educational question until it is reduced to an issue in metaphysics, episthemology, ethics, logic, or aesthetics, or to combination of these”.
Mengapa masalah-masalah pendidikan yang merupakan bagian daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persoalan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari kehidupan yang realistis.
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena pemikiran filosofis itu dipandang sebagai pikiran-pikiran teoritis, perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas kenyataan sosio-kultural dan kebutuhan manusia. Pada hal, pikiran filosofis adalah pikiran murni yang berusaha mengerti sedalam-dalamnya untuk menemukan kebenaran. Caranya dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional atas factor-faktor, perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas observasi, atau juga melalui intuisi. Semua ide, konsepsi, analisa, dan kesimpulan-kesimpulan filsafat dalam pendidikan adalah berfungsi teori; dan dari teori ini dipakai dasar praktek (pelaksanaan) pendidikan. Maka filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktik peikan.

2.      Paradigma Filsafat yang melandasi Teknologi Pendidikan
Teknologi Pendidikan sebagai pengetahuan didukung oleh beberapa landasan filsafat, menurut Eichelberger sedikitnya ada tiga paradigma filsafat yang membedakan landasan metodologi pengetahuan, yaitu : positifistik, fenomenologik, dan hermeneutic (1989 :4-8).
Penganut filsafat positivistic berpendapat bahwa keberadaan sesuatu merupakan besaran yang dapat diukur. Pengetahua merupakan pernyataan atas fakta atau keyakinan yang dapat diuji secara empiric. Pada tradisi positivistik menggunakan landfasan berpikir : “kalau sesuatu itu ada, maka sesuatu itu mengandung besaran yang dapat diukur (Eichelberger 1989:4)
Filsafat fenomenologik yang pertama kali dikembangkan oleh seorang matematikawan Jerman Edmund Husserl (1850-1938). Menurut Husserl yang dikutip Creswell (1998:5) filsafat fenomenologi berupaya untuk memahami makna yang sesunguhnya atas suatu pengalaman dan menekankan pada kesadaran yang disengaja (intentionality consciousness) atas pengalaman, karena pengalaman mengandung penampilan keluar dan kesadaran di dalam, yang berbasis ingatan, gambaran, dan makna. Paradigma fenomenologik ini justru menggunakan akal sehat (common sense) yang oleh penganut positivis dianggap tidak/kurang ilmiah. Akal sehat ini mengandung makna yang diberikan oleh seseorang dalam menghadapi pengalaman dan kehidupan nya sehari-hari. Jadi tidak semata-mata didasarkan pada data atau informasi yang diperoleh melalui penginderaan.
Filsafat hermeneutik dikembangkan oleh filosof Jerman Wilhelm Dilthey (Bleicher, 2003: Eichelberger, 1998 :7) menurut filsafat hermeneutik dalam usaha mencari kebenaran dengan menafsirkan makna atas gejala yang ada. Paradigma hermeneutik, meskipun dapat dikatakan satu ketegori dengan paradigma fenomenologik, tapi mempunyai ketentuan yang berbeda. Kebenaran ilmiah dalam paradigma hermeneutik tidak analitik maupun holistic, melainkan sintetik, yaitu memadukan pendapat yang berlawanan (tesis dan antitesis). Paradigma fenomenologik dan hermeneutic dapat digolongkan pada filsafat pascapositivistik. Yang menjadi pertanyaan adalah dalam bagaimana posisi pendidikan dan teknologi pendidikan masuk dalam presepektif tersebut ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita kembali pada pendapat tokoh pendidikan John Dewey (1946) mempunyai pandangan bahwa : sebagai dasar bahwa filsafat adalah teori umum dari pendidikan dan adanya hubungan hakiki timbal-balik antara filsafat dan pendidikan, maka berdirilah filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu. Cabang ilmu ini sebagai suatu system menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan pendidikan, termasuk di dalamnya teknologi pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawab secara filosofis pula.
Filsafat pendidikan sebagai ilmu yang mengadakan tinjauan dan mempelajari obyeknya dari sudut hakekat, berhadapan dengan problem utama yaitu:
ü  Realita, ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada masalah kebenaran. Kebenaran akan timbul bila orang telah dapat menarik kesimpulan, bahwa pengetahuan yang dimiliki ini telah nyata. Realita atau kenyataan ini dipelajari oleh fisika dan metafisika, dalam system filsafat disebut ontology yaitu the study of the principles of reality.
ü  Pengetahuan, yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu, dan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan dipelajari oleh epistemology, yaitu the study of the principles of knowledge.
ü  Nilai, yang dipelajari oleh cabang filsafat yang disebut aksiologi. pertanyaan-pertanyaan yang dicari jawabannya antara lain, seperti nilai-nilai bagaimanakah yang dikehendaki oleh manusia dan yang dapat digunakan sebagai dasar hidup, maka pembicaraan aksiologi adalah the study of the principles of value.
Sistem pemikiran filsafat di atas mengantarkan dalam pembahasan Teknologi Pendidikan tidak hanya berpandangan yang bersifat positivistik , tetapi juga memerlukan paradigma pascapositivistik. Berarti landasan filosofis sangat diperlukan dan menjadi penting dalam menjelaskan secara teori dan paktik masalah-masalah teknologi pendidikan (Anglin, ed., 1991).
Kajian filsafat pascaposivistik ini masih belum lengkap, karena akhir-akhir ini telah berkembang presepektif ideologis baru dalam paradigma keilmuan. Persepektif ideologis baru itu meliputi, paradigma pascamodernis (post modernism), paradigma kritis (critical paradigm), pendekatan feminis (feminist approaches) dan pendekatan konstrutivis. Filsafat pascamodern (post modernism) mendorong untuk melakukan analisis kritis terhadap berbagai landasan keyakinan tradisional dan nilai-nilai dalam bidang Teknologi Pembelajaran. Perspektif pasca modern bepegang pada pendapat bahwa Teknologi Pembelajaran sebagi suatu kiat sekaligus sebagi suatu ilmu. Hynka, D (1991) menjelaskan bahwa post modernism adalah sebagai “suatu cara berfikir yang menjunjung prinsip keanekaragaman, temporal (bersifat sementara), dan yang kompleks daripada yang bersifat universal, stabil dan sederhana”. Penganut filsafat pasca modern mengenali dan menemukan stimulus intelektual dalam suatu bunga rampai system yang mampu melahirkan pengetahuan, dan mereka cenderung untuk meganggap setiap batasan dari definisi masing-masing bidang ilmu sebagai suatu cara yang dapat melumpuhkan kreatifitas yang sangat dibutuhkan untuk menstimulasi produktivitas inkuiri dan praktik. Ada semacam penolakan atas pendekatan reduksionis atau penyederhanaan. Selain itu, ada suatu penolakan atas pandangan tradisional yang menganggap bahwa perubahan dari setiap bentuk merupakan suatu proses kumulatif yang berlangsung secara bertahap. Karena itu dianjurkan penggunaan pendekatan multi teori, filsafat pasca modern lebih menyenangi pada hal-hal yang bersifat terbuka, fleksibel dari pada hal-hal yang bersifat tertutup, terstruktur, dan kaku (Hynka, D. 1991).

3.      Objek Filsafat
a. Ontologi
Obyek filsafat ialah segala sesuatu, meliputi kesemestaan. Scope filsafat yang amat luas dan tak terbatas obyeknya itu, perlu adanya pembidangan untuk intensifikasi penyelidikan. Pembidangan atau sistematika filsafat yang pertama adalah Ontologi.
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Metafisika ini disebut juga sebagai prote-filosifia atau filsafat pertama. Sebelum manusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengerti hakekat sesuatu. Manusia dalam antar aksinya dengan semesta raya, melahirkan pertanyaan-pertanyaan filosofis. Apakah sesungguhnya hakekat realita yang ada ini. Apakah realita yang menampak ini suatu realita materi saja. Ataukah ada sesuatu di balik realita itu, suatu “rahasia” alam. Apakah wujud semesta ini bersifat tetap, kekal tanpa perubahan. Ataukah hakekat semesta ini adalah perubahan semata-mata. Apakah realita ini terbentuk atas satu unsure (monisme); atau dua unsur (dualisme). Ataukah lebih dari dua unsur, yakni serba banyak (pluralisme).
Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan metafisis atau ontologism. Sesuatu realita sebagai suatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu “tubuh”, satu eksistensi. Sesuatu itu mendukung satu perwujudan, yakni keseluruhan sifatnya; dan yang utama dari perwujudan itu adalah eksistensinya. Wujud atau adanya sesuatu adalah primer, sedang sifat-sifat yang lain adalah sekunder. Berarti eksistensi suatu realita adalah fundamental, sedang sifat-sifat yang lain adalah sesuatu yang accidental, atau suatu atribut saja. Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang hakekat ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28).
Pandangan ontology ini secara praktis akan menjadi masalah utaqma di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan obyek pengalaman.
Melalui realita (ontologi), peserta didik secara sistematis dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran.Implikasi pandangan ontology di dalam pendidikan ialah bahwa dunia pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isisnya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari; melainkan sebagai suatu yang tak terbatas, realitas fisik, spiritual, yang tetap dan yang berubah-ubah (dinamis) (Runes, 1963: 219-230).
b.  Epistimologi dan Aksiologi
Sedemikian luas dan jauh, dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan pada umumnya, khususnya ilmu pengetahuan. Timbul pertanyaan, apakah sesungguhnya ilmu itu, dari mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya dan sebagainya. Persoalan ini secara mendalam dibahas oleh epistemology. Epistemologi ialah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas, dan hakekat pengetahuan.
Dalam sebuah analisa mengenai filsafat, ilmu dan filsafat pendidikan dalam bukunya yang berjudul: Introduction to Philosophy of Education, Stella Van Petten Henderson (1964) mengemukakan, bahwa filsafat selalu berusaha untuk memahami segala sesuatu yang timbul dalam spectrum pengalaman manusia, dan berusaha untuk memperoleh pandangan yang luas (kompprehensif) mengenai alam, dan mampu memberikan penerangan yang universal mengenai hakekat benda-benda (segala sesuiatu).
Pandangan epistemology tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan-persoalan pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara m,enentukan hasil pendidikan.
Berdasarkan pandangan tersebut diperlukan prisinp tertentu apakah dianggap baik atau tidak isi dari pengetahuan tersebut, maka epistemology memerlukan pandanghan aksiologi. Aksiologi (axiology), suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld (1955) membedakan tiga bagian, yaitu:
ü Moral conduct, tidak moral; bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika.
ü Esthetic expression, ekspresi keindahan, yang melahirkan estetika.
ü Socio-political life, kehidupan sosio-politik; bidang ini melahirkan filsafat sosio-politik.
Nilai dan implikasi aksiologi dalam pendidikan yang termuat didalam teknologi pendidikan- ialah “to examine and integrate these values as they enter into the lives of people through the chanels of the schools (Brameld, 1955: 33). (Pendidikan menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak).

4.      Tinjauan Aksiologi Teknologi Pendidikan/ Pembelajaran.
Pertanyaan filsafati yang sering timbul dalam aksiologi yaitu : “ Apakah manfaat dari pengetahuan yang telah diperoleh dan dihimpun tersebut ? dalam hal ini Teknologi Pendidikan”.
Dalam tinjauan aksiologis Teknologi Pembelajaran mempunyai beberapa nilai manfaat yang bagi pengembangan pendidkan, karena melalui Teknologi Pembelajaran pendidikan menjadi :
ü  Produktif, artinya dengan modal atau cost yang relatif sedikit mempunyai nilai manfaat yang sangat banyak bagi pengembangan pendidikan.
ü  Ilmiah, artinya produk Teknologi Pembelajaran baik tujuan maupun metodenya berbasis scientific
ü  Individu, artinya bukian kolektif, proses pengkajian teknologi pembelajaran bersifat individu/mandiri atau belajar dengan kecepatan dan ketepatan masing-masing
ü  Serentak dan Aktual, arinya peristiwa yang aktual dapat diketahui secara serentak dalam waktu bersamaan.
ü  Merata / Tersebar luas, artinya pendidikan dapat tersebar luas dan merata bagi semua lapisan masyarakat
ü  Berdaya mampu tinggi (power full) artinya kemampuan sumber belajar dapat diterima dengan cepat dan tepat.
Selain itu manfaat dari Teknologi Pembelajaran seperti yang dirumuskan oleh Komisi Pendidikan Nasional Amerika Serikat (Presidential Commision on Instructional Tecknology) Tahun 1969. yang menyimpulkan kegunaan potensial teknologi pembelajaran sebagai berikut :
a. Meningkatkan produktifitas mendidikan dengan jalan :
ü memperlaju pentahapan belajar
ü membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik
ü mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru lebih banyak membina dan mengembangkan kegairahan belajar
b. Memberikan kemungknan pendidikan yang sifatnya lebih individual, dengan jalan :
ü mengurangi control guru yang kaku dan tradisional
ü memberikan kesempatan anak berkembang sesuai kemampuannya.
c. Memberikan dasar pengajaran yang lebih ilmiah, dengan jalan :
ü perencanaan program pengajaran yang lebih sistematik
ü pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi hasil riset tentang perilaku
d. Lebih memantapkan pengajaran, dengan jalan :
ü meningkatkan kapasitas manusia dengan berbagai media kominikasi
ü penyajian informal dengan data yang lebih konkrit
e. Memungkinkan belajar secara lebih akrab, karena dapat ;
ü mengurangi jurag pemisah atara pelajaran di dalam dan di luar sekolah
ü memberikan pengetahuan/ informasi langsung pada tangan pertama
f. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata, terutama dengan jalan :
ü pemanfaatan bersama tenaga atau kejadian yang langsung secara lebih luas
ü penyajian informasi menembus batas geografi.

5. Pengaruh Teknologi dalam Teknologi Pembelajaran
Kecuali pengaruh riset dan teori, Teknologi Pembelajaran sebagi suatu bidang, tidak dapat terlepas dari pengaruh dan kemajuan teknologi. Teknologi-teknologi baru banyak memberikan dorongan pada kemajuan teori dan praktik suatu disiplin ilmu,. Yang oleh Salomon (1992) disebut sebagai pola pengembangan teori dari bawah ke atas (bottom-up pattern of theory development). Teknologi-teknologi baru ini memberikan kesempatan pengembangan yang mengarah pada permasalahan-permasalahan yang baru, termasuk kebutuhan untuk :
a. menemukan prinsp-prinsip untuk mengadaptasi pembelajaran dalam situasi yang unik
b. menemukan pendekatan baru dalam pembelajaran interaktif.
c. menemukan pembelajaran dalam lingkungan belajar yang non – formal.
Pengaruh teknologi dalam Teknologi Pembelajaran dapat dijelaskan oleh Solomon (1992) dengan membedakan antara pengaruh teknologi (of technology) dan pengaruh dengan (penggunaan) teknologi (with technology). Dikotomi ini dapat digunakan untuk menguji pengaruh umum teknologi pada bidang Teknologi Pembelajaran.
Untuk mengeksplorasi pengaruh teknologi (of technology) pada Teknologi Pembelajaran yang menjadi pertimbangan adalah berbagai kemungkian system penyampaian dan pengaruhnya terhadap pembelajaran dan belajar. Seperti dicontohkan oleh Hannafin (1992) teknologi dapat memberikan prospek munculnya stimulus yang realistic, memberikan akses terhadap sejumlah besar informasi dalam waktu yang tepat, menghubungkan informasi dan media dengan cepat, dan menghilangkan hambatan jarak antara pengajar dan pebelajar, dan antara pebelajar itu sendiri.
Sedangkan pada pengaruh dengan (penggunaan) teknologi (with technologi) pada Teknologi Pembelajaran, orientsi pertanyaannya akan berbeda, seperti dikemukakan oleh Solomon (1992) Pertanyaan-pertanyaan akan lebih berfokous pada pengaruh pasangan intelektual antara pebelajar dengan teknologi, terhadap peranan lingkungan yang didukung teknologi pada proses kognitif dan berfikir pada jenjang yang lebih tinggi. Dari sudut pandang ini, teknologi dapat menjadi suatu kekuatan yang mendorong pada teori dan praktek yang lebih berorientasi pada kognisi.
6. Pemanfaatan Media secara Serentak dan Aktual dalam Pendidikan.
Salah satu kawasan dalam Teknologi Pembelajaran adalah Kawasan Pemanfatan, Fungsi pemanfaatan kdalam teknologi pembelajaran sangat penting, karena membicarakan paitan pembelajar (audience) dengan sumber atau system pembelajaran. Pemanfaatan adalah aktifitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Pemanfaatan Media adalah penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar (Barbara B. Seel & Rita C. Richey 1994). Proses pemanfataan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spsifikasi desain pembelajaran.
Dalam rangka penyebarluasan pendidikan pemanfaatan media digunakan bersamaan dengan pemanfaatan pengenbangan teknologi. Adapun teknologi yang dijadikan media dalam penyebarluasan pendidikan antara lain :
a. Teknologi Cetak
Teknologi Cetak adalah cara untuk memproduksi atau menyampaikan bahan ajar, seperti buku-buku, dan bahan visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Secara khusus teknologi cetak/visual menurut (Barbara B. Seel & Rita C. Richey 1994). mempunyai karakteristk sebagai berikut :
o teks dibaca secara linier, sedangkan visual direkam menurut ruang
o keduannya biasanya memberikan komunikasi satu arah yang pasif (hanya menerima)
o keduanya berbentuk visual yang statis
o pengembangannya sangat tergantung pada prinsip-prinsip linguistik dan presepsi visual
o keduanya berpusat pada pebelajar (audience), dan
o informasi dapat diorganiosasikan dan distrukturkan kembali oleh pemakai.
b. Teknologi Audiovisual
Teknologi Audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan mengguanakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Menurut (Barbara B. Seel & Rita C. Richey 1994 ) secara khusus, teknologi audiovisual mempunyai karateristik sebagai berikut :
o bersifat linier
o menampilkan visual yang dinamis,
o secara khas digunakan menurut cara yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang;
o cenderung merupakan bentuk representasi fisik dari gagasan yang riil dan abstrak;
o dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif; dan
o sering berpusat pada guru, kurang memperhatikan interaktfitas belajar siswa/pebelajar.
c. Teknologi Berbasis Komputer
Teknologi Berbasis Komputer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan perangkat yang bersumber pada mikro prosesor. Menurut (Barbara B. Seel & Rita C. Richey, 1994) teknologi komputer baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak, biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut :
o digunakan secara acak atau tidak berurutan, disamping secara linier.
o dapat digunakan sesuai dengan keinginan pebelajar, maupun menurut cara yang dirancang oleh desainer/pengembang;
o gagasan-gagasan biasanya diungkapkan secara abstrak dengan menggunakan kata, symbol maupun grafis;
o d. prinsip-prinsip ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan, dan;
o belajar dapat berpusat pada pebelajar dengan tingkat interaktifitas tinggi.
d. Teknologi Terpadu
Teknologi terpadu merupakan cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang dikendalikan komputer. Menurut ( Barbara B. Seel & Rita C. Richey 1994 ) pembelajaran dengan teknologi terpadu mempunyai karakteristik sebagai berikut :
o dapat digunakan secara acak atau tidak beraturan, disamping secara linier;
o dapat digunakan sesuai dengan keinginan pebelajar, disamping cara seperti yang dirancang oleh pengembangnya;
o gagasan-gagasan sering disajikan secara realistik dalam konteks
pengalaman pebelajar, relevan dengan kondisi pebelajar dan dibawah kendali pebelajar
o prinsip-prinsip ilmu kognitif dan konstruktivisme diterapkan dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan pembelajaran;
o belajar dipusatkan dan diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk pada saat digunakan
o bahah belajar menunjukkan interaktifitas pebelajar yang tinggi.
o Sifat bahan yang mengitegrasikan kata-kata dan tamsil dari banyak sumber media.
Aplikasi-aplikasi tersebut hamper seluruhnya dikembangkan berdasarkan teori perilaku dan pembelajaran terprogram, akan tetapi sekarang lebih banyak berlandaskan pada teori kognitif. (Jonassen, 1988).

D.     KESIMPULAN
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, yang perlu difasilitasi dalam upaya mempermudah mengakses dan memperolehnya dengan memanfaatkan berbagai sumber (baik insani maupun alami)
Kajian filsafat sangat penting maknanya dalam kajian ilmu, teori, konsep dalam bidang pendidikan terutama dalam Teknologi Pendidikan agar dalam pemecahan masalah pendidikan dapat diselesaikan dan dipecahkan secara konfrehensif sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan.
Teknologi Pendidikan merupakan bidang garapan yang ditopang oleh sejumlah teori, model, konsep, dan prinsip-prinsip dari bidang dan disiplin lain, seperti ilmu perilaku, ilmu komunikasi, ilmu kerekayasaan, teori sistem, dan lain-lain, dimana penggarapan tersebut dilakukan dengan sistematik dan sistemik.
Teknologi sebagai suatu bidang garapan mempunyai beberapa manfaat atau fungsi dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Salah satu manfaatatau fungsi tersebut adalah penyebarluasan pendidikan.